Sesuai
janji usai kami lulus, kami pun pergi ke
rumahnya Nagisa.
Sesampai
di sana, kondisi rumah dalam keadaan kosong, kami pun memutuskan untuk menunggu
hingga ia kembali, karena kami bosan menunggu kami pun latihan di sekitar rumahnya.
“lihat
ini punyaku” ujar Sasa sembari menghentakkan kaki lalu membalik telapak tangan
ke bawah, alhasil tanah menjulang.
“hebatkan
punyaku” ujar Kahfi sembari mengangkat tangan kiri, lalu bergerak turun dengan
cepat dan mengangkat kedua tangannya sembari turun bersamaan alhasil petir
menyambar.
“hai
kalian semua, masih sehat” kami semua terkejut mendengar ucapa Nagisa yang datang
dari belakang kami pun masuk ke dalam rumahnya
lalu memberikan bukti nilai hasil ujian Academi
“mereka
semua tidak tahu ya, tentang kehadiran kita”
“Benar
kita ini tidak terkalahkan”
“coba
lihat manusia itu, betapa bodohnya” melihat Sasa dengan temannya dari orb “benar semua manusia itu bodoh.” Merasa jauh
lebih hebat dari mereka.
“Arif
masih belum bisa menguasai kekuatan tapi ia tetap gigih, ia mengandalkan
fisiknya sebagai kekuatannya” Nagisa pun menertawakan Arif
“kenapa
nilai kalian tidak ada yang pas rata-rata” ujar Nagisa,
“ini karena gurunya, yang tidak pas rata-rata
dalam mengajarnya” ujar Arif
“kenapa kalian
malah menyalahkan gurunya” ucap Nagisa.
Setelah bercanda
gurau Nagisa pun meminta kami tidur.
Di saat
itu Arif kesulitan untuk tidur ia pun berjalan-jalan di halaman dan melihat Nagisa
lalu menghampirinya.
Arif pun
bercerita hingga pagi, dengan serius Nagisa mendengarkan mimpi yang dilihat Arif,
di pagi hari datanglah petugas menghadap ke Nagisa berkata “munculnya monster
di taman kota” Nagisa pun meminta Arif untuk membangunkan teman-temannya untuk
mengatasi monster tersebut.
“Kenapa
sepi ya” ujar Silver,
“entahlah, kita cari itu mahluk jangan
berpencar tetap bersama” ujar Arif,
Mereka pun
berjalan perlahan mengitari taman kota, hingga di taman air mancur mereka
bertemu dengan monster yang mereka cari.
“itu cumi atau gurita” ujar Faid,
Kahfi pun
segera maju sembari melempar petir kecil ke arahnya,
namun makhluk tersebut memakannya.
“hai monster,
aku Arif, kamu siapa” teman terkejut mendengar ucapan Airf, “ngapain kamu malah
kenalan” ujar Sasa,
“hai
juga, namaku sanah”
“eh, itu
makhluk menanggapi”
“ini Kahfi,
Faid, Silver, dan Sasa, salam kenal” ujar Arif,
Temannya terheran
melihat reaksi Arif dengan monster tersebut.
Lalu
sanah melempar tintanya ke arah kami, tak disangka tinta tersebut bersifat
asam, kami pun berusaha menghindarinya, saat kami mencoba untuk mengepungnya ia
menyerang kami dengan petir yang di lempar kafi saat itu.
“Lebih
baik, kita langsung habisi, nanti kalau Nagisa, tahu bahaya” ujar Faid, “kenapa
?”
“masak
kalian tidak lihat, taman ini hancur” ujar Sasa memperlihatkan kondisi taman.
Silver
pun membekukan bangku taman lalu mematahkannya
dan menggunakannya sebagai papan seluncur
“sialan,
membuatku iri” ujar Arif melihat tindakan Silver,
Sasa pun
bergerak maju lalu melubangi tanah tersebut untuk menjebak sanah, “Silver bawa
kesini” ucap Sasa
Silver pun memancingnya, Kahfi pun
mengikutinya sembari menyerang dengan petir, usai memasukan Sanah ke dalam
lubang, Silver pun membekukan lubang tersebut dan membuatnya terbakar dari
dalam, Faid pun membuat jebakan Lava di dalam lubang tersebut, setelah lubang
tertutup Faid pun melepaskan jebakan tersebut, dan terbakarlah Sanah dengan sendirinya.
Arif pun
bangun dari bangku berjalan melihat ke sebuah lubang tersebut dan berkata “sekarang kau sudah kalah” tiba-tiba muncullah
Sanah terbang melewati lubang tersebut kabur menjauh.
“hebat,
bisa tembus” ujar Arif terpukau melihat aksi Sanah,
“kamu sih
tidak bantu” ujar Sasa,
“bagaimana
mau bantu, jika kalian main sendiri”
“hahahaha,
lain waktu aku kembali” ujar Sanah pergi
menjauh
“daah”
ujar Arif menanggapi ucapan Sanah
“balik
yuk” ujar Silver Sesampai di rumah Nagisa kami pun di marahi karena gagal
menangkap Sanah juga menghancurkan Taman Kota.
Di malam
hari pun Arif masih kesulitan untuk tidur, ia pun berjalan-jalan di halaman
rumah Nagisa, Nagisa pun meliihatnya sedang berlalu lalang, ia pun memanggil
Arif, Arif pun menghampiri Nagisa yang duduk sendirian di depan teras,
“duduk
sini”
“indah ya
rembulan itu, menurutmu Nagisa bagaimana ?” ujar Arif
“benar-benar
indah walau hanya sekilas” ujar Nagisa
“dunia
ini sudah berubah ya”
“maksudmu
apa ya” tanya Nagisa
“bagaimana
bisa ada musuh seperti sanah”
“namanya musuh itu sudah ada sejak dulu” Arif
pun meminta Maaf.
“kenapa
kamu minta maaf”
“entah lah,
aku hanya ingin melakukan itu”
Dulu aku
sempat berpikir ini adalah akhir bagiku, namun muncullah seorang membantuku
melindungi dunia ini, dengan berkata ‘jika aku mati terlebih dahulu, aku tidak
akan bisa melihat keajaiban yang akan terjadi di masa depan’ apa kamu tahu perang
dunia
“aku
pernah mendengarnya di sekolah” Nagisa pun menertawakannya
“perang
yang berada di sekolah itu, hanyalah perang antar sekolah berbeda dengan perang
yang aku maksud” jawab Nagisa
“Berarti
dunia lain juga terlibat” tanya Arif
“lebih
dari itu mungkin”
“berarti
aku terjebak dalam lingkup dunia lain”
“jika menurutmu kamu terjebak untuk apa aku peduli
pada kalian, kalian sudah di pilih oleh
takdir, aku bukanya menjebak, aku hanya menolong kalian, Mahaguru pernah bilang
bahwa aku mempunyai seorang murid yang akan menjadi bencana”
“Jadi
mahaguru itu, adalah gurumu”
“bisa di
bilang begitu”
“jika begitu kenapa kamu memilih kami menjadi
muridmu”
“aku
bimbang, antara memilih mempunyai murid atau tidak mempunyai murid, aku pun memutuskan
untuk mempunyainya dengan cara mendidik muridku secara benar, kakakku juga
percaya bahwa takdir bisa di rubah, bagaimana kalau kamu berjanji tentang takdir
yang bisa di rubah”
“baiklah,
aku berjanji, akan aku buktikan bahwa takdir bisa berubah dirikulah yang menjadi bukti” mendengar ucapan Arif, sontak
Nagisa pun memuluknya.
“aku hanya ingin melenyapkan perang walau
harus dengan perang” ucap Arif
“jadilah dirimu sendiri” ucap Nagisa sembari
memukul dada Arif.
Nagisa
menuju kamarnya dan berbaring di kasurnya denan mengepalkan tangannya menghadap
atap ia pun berkata
“lihat kak, aku menemukan murid yang akan
menjadi bencana, tapi jika ia benar-benar menjadi bencana, mengapa impiannya
dan harapannya begitu indah, dia menginginkan kedamaian, aku yakin kak, dia
mampu, ini semua hanyalah masalah waktu” Gumam Nagisa mengingat tentang impian
yang dikatakan Arif waktu di Academi mulai sejak itulah Nagisa berjanji pada
dirinya bahwa ia akan mendukung Arif untuk kedepannya.
“jadi
kita harus apakan manusia ini”
kita
bunuh aja semua manusia itu”
“benar
kita balaskan dendam kita”
“mereka
semua harus mati, karena berani membunuh keluarga kita”
“hei ..
sedang berbicara apa kalian, menarik banget”
“diam
kau! Pergi sana! Jangan ikut campur”
“kenapa
kalian sangat membenci manusia”
“pergilah”
di dalam kegelapan dengan deru angin yang mendingin terlihatlah cahaya yang
sedang berkedip secara bergantian.
“bagaimana”
“belum
bos”
“cari
lagi! Cepat!” dengan lantang membentak menggempar kan tempat tersebut “baik
bos” si bos pergi meninggalkan mereka,
“kita
harus cepat ini, nanti ketua bos marah lagi, kita yang kena”
“makanya
segera temukan dia, dan bunuh manusia itu”
“pasukan segera cari lagi”
“siap!”
pencarian kembali berlangsung, perlahan cahaya terang berbaris pergi entah keluar.
Bersambung...
Posting Komentar