Prang !!!
Dengan jelas
terdengar suara barang pecah dari dapur. Fa’I pun langsung pergi kedapur untuk
memeriksa ada apa. Sesampainya ia melihat puluhan piring hanya tinggal
pecahannya di lantai dengan ibunya didekatnya. Ayahnya melihatnya dengan tajam.
Dan Fa’I hanya bisa menunduk. Ayahnya berdecak lidah melihatnya. Ia Kembali ke
apa yang ia lakukan sebelumnya. Berbagai macam sumpah serapah keluar dari mulut
ayahnya untuk ibunya. Bahkan ia hampir memukulnya lagi. Fa’I pun hendak
menghentikannya. Namun mereka dihentikan oleh suara bel.
“Siapa sih ? pagi
pagi seperti ini” ucapnya geram sembari menghampirinya. Begitu ayahnya keluar
dari dapur. Fa’I mengangkat ibunya, membantunya berdiri.
“Mama ga apa apa ?”
tanyanya
Ibunya hanya
menggeleng lemas sebagai jawaban.
Dengan kesal ayah
mereka menghampiri tamu tak diundang itu. Hentakan kaki yang ia keluarkan
menunjukkan seberapa kesal. Sekali lagi
bel itu bersuara. “Iya bentar ! yang sabar dikit napa sih !” ucapnya keras.
Namun, begitu ia melihat siapa yang ada dibalik pintu ia menyesal sudah berkata
seperti itu. Seorang gadis cantik dan seorang pria paruh baya adalah tamunya.
“ada apa ?” tanyanya
gugup
“sudahlah keyx. Aku
sudah tau tabiat mu. Aku akan membawa adik dan keponakanku Kembali.”
“tunggu ini tanpa
sebab. Kalian tidak bisa seperti itu saja membawa mereka. Kalian tidak punya
bukti.”
Raut wajah lawan
bicaranya mulai terlihat cukup yakin.
“Fa’I, apa ayahmu
baru saja melakukan kdrt ?”
Fa’I hendak
menjawabnya namun ragu. Ia melihat ekspresi yang dibuat ayahnya seakan berkata
“awas saja kalau kau sampai berkata ya”. Namun ia tak lagi ingin melihat ibunya
sengsara. Tapi, ia tak ingin keluarga mereka terpisah. Sudah cukup sekali, ia
tak ingin kehilangan satu keluarga lagi.
“hei, dik. Berhenti
mencoba melindunginya. Setelah apa yang ia lakukan terhadap kalian selama
beberapa tahun ini, ia tak pantas mendapatkanya.” Ucap gadis itu.
“Jika kau kesulitan
untuk memutuskan, setidaknya pikirkan ibumu”
Ia pun menatap ibunya
yang baru saja datang. Ia hanya tersenyum kepadanya. Lalu berkata “Apa ? Ada
apa ?”. Fa’I tampak mempertimbangkan keputusannya hingga akhirnya. Satu kata
keluar dari mulutnya. Satu kata yang merubah seluruh hidupnya. Satu kata
sebagai bentuk dari pilihannya. Namun, sejak ia mengucapkan satu kata itu, ia
tak pernah lagi bertemu dengan ayahnya
“Ya. Ia melakukannya”
*
“Dimana ini ?” Tanya
Fa’I begitu melihat sebuah istana di depannya.
“Ini rumah kalian
yang sebenarnya. Kediaman Mer” Jawak gadis itu
“Maksudnya ?”
“ Ini adalah tempat
ibumu dan ayahku dilahirkan. Istana keluarga Mer.”
“Berarti paman juga
keluarga Mer ?”
“Kurang lebih seperti
itu”
Fa’I tak mengerti
maksud ucapan dari paman itu, namun ia hanya mengiyakan karena mereka sudah
sampai. Kereta kuda berhenti di depan pintu masuk istana. Begitu ia turun,
puluhan pelayan sudah siap menyambutnya. Ini adalah suatu hal yang jarang ia
lihat. Beberapa pelayan itu langsung mengambil barang bawaan Fa’I dan ibunya.
Namun ibunya menolak dan meminta untuk langsung menunjukkan kamarnya. Berbeda
dengan Fa’I, ia meminta untuk diberi tour ke seluruh Istana. Ia Nampak begitu
menikmatinya.
“Fa’I, Ini Jes’ka.
Dia adalah pelayan pribadimu sekarang. Apapun yang kau inginkan sampaikan saja
padanya.” Ucap pamannya sembari menunjukkan seorang gadis dengan pakaian
pelayan disisinya.
“Tapi paman Shi’ka,
dia perempuan.”
“Memangnya kenapa ?”
“Apa dia tak apa
dengan ini ?”
“Kenapa tak kau
tanyakan sendiri saja ?”
“Eh…… Apa tak apa kau
menjadi pelayan pribadiku ?”
“Saya tidak merasa
keberatan tuan. Walaupun saya masih baru sebagai pelayan di sini, saya akan
berusaha untuk memenuhi apa yang tuan butuhkan. Dan jika tuan menganggap saya
tidak pantas, saya bersedia untuk digantikan.”
“eh… tak apa. Aku tak
keberatan. Oh dan satu lagi, tolong jangan panggil saya Tuan. Panggil saja nama
ku.Kelihatannya kita sepantaran”
“Maaf tuan tapi saya
tidak berani untuk memanggil anda seperti itu.”
“Kau akan memenuhi
apa yang kubutuhkan bukan ?”
Gadis itu terdiam
mendengar ucapan Fa’i
“jadi perintah
pertamaku untuk mu adalah, panggil aku dengan nama asliku jangan dengan embel
embel tuan”
“baik lah, Tuan Fa’I”
“tanpa ‘Tuan’”
“baik Fa’I”
“Bagus, sekarang aku
ingin tahu tentang seluruh istana ini”
“Kalau begitu akan
saya pandu” Ucap seorang pelayan dibelakang pamannya
“saya Christ. Kau
bisa memanggilku sesukamu. Saya adalah pelayan pribadi tuan Shi’ka”
“Kalau begitu Pak
Christ, tunjukan jalannya”
Mereka pun pergi
mengelilingi istana dipandu oleh Pak Christ.
*
Esoknya,
Fa’I pergi ke dapur.
Mencari sesuatu untuk dimakan. Namun sesampainya ia melihat ada beberapa
pelayan tengah memasak. Ia menghampiri mereka, membuat mereka terkejut karenanya.
Fa’I pun tertawa melihat mereka.
“Tak apa, aku
terbiasa masak sarapan sendiri atau dibuatkan ibuku. Aku belum terbiasa dengan
ini" ucapnya
“bila tuan ingin,
tuan bisa memasaknya sendiri kami takkan menghalangi anda” jawab salah satu
pelayan yang ada di sana
“tak apa, aku hanya
belum terbiasa” ucapnya lalu pergi
Begitu ia keluar ia
melihat kabut tipis menyelimuti sekitarnya. ‘Ini masih terlalu pagi untuk
bangun’ pikirnya. Ia melihat ada seorang gadis di tengah kabut itu. Itu adalah
gadis kemarin yang menjemputya. Ia pun menghampirinya.
“Mbak Nar’u ?”
“Oh hei Fa’I apa yang
kaulakukan sepagi ini ?”
“Aku belum terbiasa
dengan suasana ini. Bagaimana dengan mu mbak ? apa yang kau lakukan sepagi ini
?”
“Aku baru saja
Latihan”
“Latihan sihir ?”
“Yap, kau ingin ikut
?”
“Aku hanya akan
melihatmu saja”
Ia pun pergi
dengannya. Melihatnya Latihan sihir membuat nya iri akan sepupu nya itu. Nar’u
mengeluarkan gelombang sihir yang cukup besar. Sekilas Nampak ia tengah
berusaha untuk mengontrol gelombang sihir itu. Aura yang ia keluarkan cukup
untuk memberikan tekanan yang begitu besar.
“apa yang kau lakukan
mbak ?”
“aku berusaha untuk
meningkatkan sihir ku”
“apa itu bisa
dilakukan ?”
“itu tidak mustahil.
Namun ini adalah caraku sendiri, jadi kau takkan bisa menggunakannya”
“baiklah”
Beberapa waktu telah
berlalu. Peluh keringat membanjiri Nar’u. Fa’I yang melihat hal itu ia
memberinya handuk disebelahnya. Tepat setelah itu, Jes’ka datang memanggil
mereka.
“Nyonya muda, Fa’I
sarapan sudah siap” ucapnya
Mendengar hal itu
mereka menghentikan aktivitas mereka. Pergi ke ruang makan Bersama-sama.
*
Denting suara piring
dan sendok yang beradu memenuhi ruang makan. Mereka hampir selesai dengan
aktivitas mereka. Begitu makanan penutup sudah habis, paman Shi’ka mulai
membuka percakapan.
“Fa’I, besok akan
datang penjahit. Ia akan mengukur pakaian yang cocok untukmu di akademi nanti”
Fa’I hanya diam tak
menjawab.
“akan kupastikan ia
mengukurnya besok dek” ucap ibunya
“aku akan menata
keperluanku, aku akan undur diri terlebih dahulu. Makasih makanannya paman”
ucap Fa’I lalu pergi.
“ada apa ?” tanyanya
begitu Fa’I sudah tidak ada di ruangan
“apa kau tau gejala
keluarga Mer ?”
“ya, gejala dimana
saat mereka akan kehilangan kekuatan mereka untuk sesaat lalu mendapatkan yang lebih
banyak”
“Fa’I mengalaminya.
Namun bukannya meningkat kekuatannya malah semakin surut. Bahkan ia sering di
bully karena nya. Jika bukan karena suamiku, aku sudah memindahkannya sedari
dulu”
“aku akan
menyusulnya.” Ucap Nar’u
Suara pintu diketuk
membuyarkan lamunan Fa’I. ia melihat Nar’u tengah berdiri di depan pintu. Ia
tersenyum lalu bertanya “ada apa mbak ?”
“Kau tak apa ?”
“Aku tak apa.
Emangnya kenapa ?”
“Kau… Sihirmu…”
“Ah, kau sudah tau ya
? ibuku sudah cerita ?”
“apa kau akan
berhenti dengan mimpi sebagai seorang penyihir ?”
“apa aku masih pantas
memimpikannya ?”
Ucapannya membuat
Nar’u membisu. Lalu, Nar’u punya ide untuknya.
“Baiklah jika itu
maumu”
Posting Komentar