Tak lama setelah itu, Pak Christ diserahkan pada pihak yang berwewenang. Ia menerima tuntutan pembunuhan, penyerangan, dan percobaan pembunuhan. Namun, berbeda dengan putri angkatnya. Ia tidak menerima hukuman apapun. Ia hanya berbaring di kamar pelayan dengan penuh luka dan perawatan. Tanpa dijenguk sekalipun oleh Fa'i. Ia seperti diberikan hukuman yang berbeda oleh mereka. Seperti lebih menekan batinnya daripada fisiknya. Yang membuatnya terus berpikir. Hingga ia akhirnya pasrah, apapun yang akan mereka lakukan padanya akan ia terima.
"Fa'I, apa kau akan tetap seperti ini ? kau seperti mempermainkannya. Jika kau ingin ia tinggal maka temui dia, jika kau ingin ia pergi maka usir dia. Jangan membuatnya dilema" Ucap Nar'u di tempat duduk Fa'i.
"Aku tak tahu, tinggalkan aku sendiri" balasnya sembari berusaha untuk konsentrasi pada meditasinya.
"Hei, hei, apa kau menyukainya ? kau dengar dari orang itu ? ia menyukaimu kau tahu"
"diamlah mbak, aku nggak mau diganggu"
"aku akan pergi kalau kamu menjawab 'ya' pada pertanyaan yang satu ini"
"APA ?!" tanyanya kesal
"biasa aja kali, orang aku bilangnya baik-baik juga"
"biisi iji kili, iring iki bilingnyi biik biik jigi"
Ia pun menjewer telinga sepupunya itu sekuat tenaga. Membuatnya mengaduh kesakitan, meminta ampun.
"aduh, iya iya, ampun mbak... ampun..."
"bilang dulu, sapa paling baik diantara kita ?"
"akua ada ada ada sakit mbak, iya iya, mbak paling baik"
"sapa paling cantik ?"
"kalo itu mah jelas mbak"
"hehe... makasih" ucapnya sembari melepas jewerannya.
"Fa'I, aku nggak memaksa. Tapi masuklah ke akademi. Bukan demi aku, tapi demi kamu juga. Karena, kamu tak tahu apapun tentang sihir. Ketahuilah tentang berbagai jenis sihir. Kita hidup di era ini, era sihir. Bukan lagi era kekuatan. Apapun itu sihir dianggap nomor 1."
"paling tidak, jika kau tak mampu untuk bertahan di kelas karena keadaanmu, pahamilah tentang seluruh karakteristik itu, sehingga kau tak perlu repot saat melawan suatu sihir yang tak kau ketahui"
"kenapa aku harus tidak mampu. Iya kalo dulu, sekarang, kalo ada yang macam macam tinggal kupukul sekuat tenaga"
Dak!
"gini ?" tanyanya setelah memukul kepala Fa'I dengan keras
"SAKIT WOY!"
Nar'u pun tertawa, melihat reaksi sepupunya itu.
"Malah tertawa. Udah ah, sana sana. Ganggu mulu dari tadi"
"Lah lu belum bilang yang harus lu bilang"
"Iya, iya aku masuk akademi. Lagipula aku memang punya pemikiran seperti itu belakangan ini"
"OH ya ?"
"Iya... udah ah sana. Ganggu mulu" ucapnya mengusir Nar'u dari kamarnya.
Nar'u pun keluar dari kamar Fa'I dengan nafas lega. Setidaknya sepupunya akan baik-baik saja selama ia disana. Saat ia hendak pergi, ia melihat Jes'ka tengah berjalan kearahnya. Tubuhnya penuh dengan perban, ia bahkan berjalan dengan pincang.
"Nyonya –
"Jangan panggil aku Nyonya"potongnya.
Jes'ka membisu sesaat. Ia menundukan kepalanya karena merasa takut. Ia pun menarik nafas dalam, lalu menatapnya.
"Aku minta maaf atas apa yang kuperbuat. Apapun hukuman yang kan kau berikan akan kuterima"
"kalo itu bukan aku yang memutuskan. Aku tahu bukan kamu yang membunuh ayahku. Tapi berbeda dengan Fa'I, aku tak tahu apa yang ia pikirkan dengan tidak membunuhmu. Tapi, satu hal yang kutahu. Ia kecewa."
"jadi-
"jadi, bukan kepadaku kau seharusnya meminta maaf. Dan lagi, panggil saja aku mbak seperti biasanya."
"ah, eh, iya" jawabnya.
Nar'u pun pergi meninggalkannya sendiri di depan kamar Fa'I. Jes'ka berdiri di depan pintu kamar, mengumpulkan keberanian untuk mengetuk pintu itu. Namun, sebelum ia sempat mengetuknya, pintu itu terbuka. Menampilkan lelaki jakung dengan tinggi 15 cm diatasnya. Lelaki itu menatapnya dingin, sembari bertanya "ada apa ?"
"anu, aku... aku..."sejenak ia menciut. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya setelahnya.
"'aku' apa ?"
"aku..."
"kalo nggak ada yang mau diomongin aku pergi" ucapnya lalu melenggang pergi
"kemana ?" tanyanya menghentikan Langkah Fa'I
"apa hubungannya denganmu ?"
Jes'ka merasakan hal yang sama dengan saat sebelum mereka menyatakan diri sebagai "teman". Perilakunya yang begitu dingin. Seakan akan ia tidak diperbolehkan didekatnya. Fa'I yang tidak menerima jawaban atas pertanyaannya pun mulai pergi meninggalkannya.
"aku minta maaf..." ucapnya perlahan. Namun Fa'I bisa mendengarnya.
Fa'I hanya menatapnya sekali, lalu pergi. Jes'ka menunduk sembari meremas dadanya. Begitu Fa'I sudah tidak ada lagi, ia terjatuh. Menangis dengan kedua tangan meremas dadanya. Ia kehilangan semuanya. Ia terus terisak, tanpa bisa ditahan. Sendiri, dalam Lorong sunyi kediaman orang terakhir yang ia anggap berharga. Sembari berulang kali mengucapkan "aku minta maaf". Tanpa ia ketahui Fa'I memperhatikan dibalik dinding.
Ia pergi. Meninggalkan Jes'ka sendirian disana. Dengan hati gundah.
*
Satu bulan setelahnya. Fa'I tengah berbincang di ruang kerja Nar'u. Mereka tengah membahas tentang akademi yang akan Fa'I masuki. Semuanya sudah siap. Hanya tinggal menunggu hari esok untuk memulai sekolah di akademi. Tapi ada satu hal yang mengganggu Fa'I.
"Kenapa harus bareng dia ?"
"Lah, kan kamu sendiri yang mutusin buat biarkan dia tetap di sini ?"
"tapi kan aku nggak bilang bakal ngajak dia ke akademi ?"
"kenapa nggak ? semua bangsawan yang sekolah di sana membawa pelayannya. Dan itu adalah hal yang lumrah"
"tapi aku tetap nggak mau"
"apa karena dengannya atau karena hal lain ?"
Fa'I tak bisa menjawab yang satu itu. Hatinya belum siap untuk mengatakan yang sejujurnya.
"jika kau memang ingin jauh dari orang yang ingin dekat denganmu makan usir dia dari hidupmu. Jangan buat seperti ini. Aku tak peduli mau kamu membatalkan hal ini atau tidak. Tapi, jika kau tidak bisa menghargai perasaan perempuan, jangan harap aku mau berbicara denganmu"
"baiklah" ucapnya lalu pergi.
"kau setuju ?"
"iya. Terserah mbak aja dah" ucapnya pasrah lalu menutup pintu perlahan.
"hah... kalo nyebelin kelewatan mbak itu" ucapnya sembari menyandarkan tubuhnya ke pintu. Lalu, ia melihat Jes'ka tengah berjalan kearahnya. Ia pun langsung beranjak dari tempatnya. Pergi menghindarinya.
"Fa-
"besok jangan lupa. Bawa yang kaubutuhkan saja." Potongnya
Sebelum Jes'ka sempat menjawab Fa'I pergi meninggalkannya.
"Ya, Fa'I" ucap Jes'ka pelan.
Fa'I berjalan melewati bagian depan kediaman Mer. Ia melihat taman bunga yang tengah dirawat oleh para pelayan di sana. Sudah lama ia tidak disana. Iapun mampir kesana, melihat apa yang mereka lakukan. Pelayan-pelayan yang sadar, membungkukan badannya sebagai rasa hormat.
"apa yang kalian lakukan ?"
"kami tengah berusaha merawat bunga-bunga ini. Hanya saja kami tak berani menyentuh mawar mana itu" ucap salah satu pelayan itu
"apa kalian tahu kolam ikan di bawah gazebo ?"
"iya ?"
"kolam itu penuh dengan esensi mana. Karena itu ibuku menyisahkan tempat yang paling subur untuk menanam mawar mana di sana. Jadi kalian tidak perlu repot-repot merawatnya. Ibuku sudah merawatnya sedari dulu"
"baik tuan" jawab mereka sembari membungkuk
Ia masih mengingat denganjelas, saat-saat terakhir ia Bersama dengan ibunya. Di dalam gazebo itu.Merasakan kehangatan satu sama lain. Tanpa tau bahwa itu saat-saat terakhirmereka bersama. Ia berdiri di sana seharian. Menikmati hari terakhirnya dikediaman, sebelum ia masuk akademi
Posting Komentar